***********Waspada dan Hati-hati....! terhadap bencana Banjir.......Longsor........Pohon tumbang akibat Angin Kencang..........seta tertib berlalu-lintas...................Banyak Jalan Berlubang...........Sayangi diri anda, dan Keluarga anda***********

06/08/12

PILKADA SERENTAK DISAMBUT POSITIF


Jakarta-
Pemerintah menyambut baik gagasan penyelenggaraan pemilihan umum serentak, baik untuk presiden, legislatif, maupun kepala daerah. Pemerintah akan proaktif merumuskan pengaturan tentang pemilu serentak bila Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati hal itu.
Hal ini disampaikan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta, Sabtu (4/8). Dari pengalaman pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serentak di Sumatera Barat dan Aceh beberapa waktu lalu, biaya pilkada menjadi jauh lebih hemat, tenaga lebih efisien, dan masyarakat tidak perlu berulang-ulang ke tempat pemungutan suara.
Karena itu, dengan mengikuti pedoman dan data yang ada, pemerintah akan merumuskan pengaturan daerah mana yang perlu dimajukan atau dimundurkan supaya pelaksanaannya lebih efektif. Pilkada serentak bisa juga dibagi menjadi dua kali sebagai masa transisi dan supaya tidak terlalu banyak menunjuk penjabat kepala daerah.
”Yang terpenting adalah terus mendorong perbaikan pemilu,” ujar Gamawan.
Dihubungi terpisah, Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya Ramlan Surbakti mengatakan, secara teknis pemilu serentak jauh lebih mudah untuk penyelenggara pemilu. Apalagi, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, KPU diwajibkan memelihara data pemilih setiap tahun.
”Pemilu serentak akan memudahkan tugas dan fungsi KPU selama lima tahun, tidak seperti saat ini. Selain itu, efisiensi biaya jelas juga akan terjadi,” ujar Ramlan, kemarin.
Ramlan mengusulkan pemilu serentak dilakukan dalam bentuk pemilu nasional dan pemilu lokal. Pemilu nasional memilih presiden dan DPR, sementara pemilu lokal untuk menentukan kepala daerah dan DPRD.
Karena UU Pemilu Legislatif sudah ditetapkan awal tahun ini, diperkirakan pemilu serentak baru bisa direalisasikan 2019 secara bertahap dan utuh pada 2024. Selain untuk mengurangi persoalan dengan pengurangan masa jabatan, juga perlu simulasi.
Siapkan aturan transisi
Untuk mempersiapkannya, pemerintah dan DPR bisa mengatur aturan transisi dalam RUU tentang Pilkada yang sedang dibahas. ”Akan sangat bagus bila dibuat ketentuan peralihannya menuju 2019. Misalnya, kepala daerah yang masa jabatannya berakhir tahun tertentu, pilkada dilaksanakan di tahun sekian. Sepanjang ada komitmen dan kesepakatan politik, ini tidak akan menjadi masalah,” tuturnya.
Ditemui terpisah di kediamannya menjelang buka puasa bersama, kemarin, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak terlalu sepakat dengan gagasan pemilu serentak. Menurut dia, pemilu serentak akan membuat rakyat tidak mencerna siapa yang akan dipilih. Secara politis, kemungkinan akan ada penyeragaman pilihan.
Ketika bersamaan harus memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD seperti yang diterapkan saat ini, warna lokal dinilai tenggelam dan terserap dalam warna nasional. Dalam beberapa kali pemilu legislatif, pilihan politik menjadi hampir sama. Apabila masyarakat mencerna, sangat mungkin hasilnya berbeda
Perseorangan Diperlukan
Pengajar ilmu politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, tidak setuju jika gubernur dipilih oleh DPRD karena praktis tidak ada lagi peluang bagi calon perseorangan maju. Kalaupun ada calon perseorangan yang lolos berkompetisi, dalam logika sederhana, amat kecil kemungkinan anggota DPRD yang juga wakil partai akan memilih kandidat perseorangan.
”Kesimpulannya, calon perseorangan tidak punya ruang atau peluang politik dalam sistem pemilihan oleh DPRD,” ujar Ari, Sabtu (4/8).
Seperti diberitakan, dalam Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah usul pemerintah, peluang calon perseorangan dalam pemilihan gubernur ditutup. Hal itu tersirat dengan klausul bahwa gubernur dipilih oleh DPRD provinsi.
Menurut Ari, kalaupun ada argumen bahwa pilkada langsung berbiaya tinggi, masih ada beberapa alternatif yang bisa diambil, bukan malah kembali ke sistem pemilihan oleh DPRD. Alternatif itu, misalnya penurunan ambang batas pencalonan sehingga memperkecil ”biaya perahu” dari kandidat yang selama ini memunculkan pola transaksional dalam pembentukan koalisi. Alternatif lain adalah pengaturan belanja kampanye secara ketat dan penggunaan model pluralitas yang hanya mencari suara terbanyak satu putaran.
Pakar hukum tata negara, Andi Irmanputra Sidin, dan peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Veri Junaidi, berpendapat, kehadiran calon perseorangan masih diperlukan. Keberadaannya penting sebagai ”penyeimbang” pencalonan lewat jalur partai politik atau gabungan parpol.
Irman menekankan, kehadiran calon perseorangan merupakan simbol hakiki demokrasi di mana kepala daerah benar-benar merepresentasikan seluruh kekuatan politik di dalam ataupun di luar DPRD.
Veri berpendapat, ruang untuk pencalonan lewat jalur perseorangan mesti dikuatkan. Kalau hendak menyederhanakan ruang pencalonan, pencalonan lewat jalur parpol nonparlemen yang semestinya dihilangkan. Parpol yang tak memiliki kursi di DPRD yang sebenarnya kerap bermasalah. ”Kalau mereka mau mencalonkan diri, biarkan lewat jalur perseorangan,” ujar Veri
URL : https://sinarpagisptsm.blogspot.com/2012/08/pilkada-serentak-disambut-positif.html
#running news { position:fixed;_position:absolute;top:0px; center:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }