Tasikmalaya,
SPA.
Isra Mi,raj
merupakan perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam waktu satu
malam. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam yang
berada di belahan dunia manapun, karena pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW
mendapat perintah untuk menunaikan shalat lima waktu sehari semalam. Perjalanan
tersebut dimulai dari Masjidil Haram yang berada di Mekah hingga masjidil Aqsa
yang berada di Madinah kemudian dinaikan oleh Allah SWT ke langit tertinggi
yaitu Sidratul Muntaha. Peristiwa ini yang kemudian diperingati pada 27 rajab
untuk kembali mengenang perjalanan yang dilakukan Rasulullah.
Memperingati
Isra Miraj bagi Desa Sukasetia Kec
Cisayong Kab Tasikmalaya adalah merupakan budaya tradisi tahunan yang lebih
dikenal oleh warga desa dengan sebutan Rajaban.
Tak heran bagi
desa yang letak geografinya berada dipinggiran kota ini peringatan Isra Miraj atau
Rajaban yang digelar di aula kantor Desa penuh sesak dihadiri oleh warga
masyarakat Desa Sukasetia, pasalnya Desa ini sangat menjunjung tinggi
kereligius Islamiannya, sejalan dengan visi misi Kabupaten Tasikmalaya.
Kepala Desa
Sukasetia, E. Sutardipradja dalam sambutannya, mengatakan, “Acara peringatan
Isra Mi’raj atau Rajaban ini hendaknya menjadi pembelajaran bagi kita khususnya
dalam merefleksi segala prilaku kita, ibadah kita, tingkat keimanan kita selama
ini berkaitan dengan sejarah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Sehingga kita dapat meminimalisir dari segala
perbuatan yang dilarang oleh agama Islam dan selalu menjalankan segala yang
diperintahkan Nya. Setiap tahun kita memperingati Isra Mi’raj ini, semoga saja
setiap tahun pula kita akan mendapatkan poin peningkatan keimanan kita. Amin.
Tuturnya.
“Allah
berfirman dalam pembukaan surah Al Isra’: “Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” Demikian Al Ustadz Aceng dalam membawakan
ceramahnya.
Selanjutnya
Aceng mengatakan, Dari ayat ini bisa kita ambil beberapa pelajaran:
Pertama, bahwa yang
Allah isra’kan adalah hamba-Nya (abduhu). Kata hamba maksudnya adalah
Rasulullah saw. Ini merupakan deklarasi dari Allah bahwa Rasulullah saw. adalah
contoh hamba-Nya. Dialah yang harus dicontoh untuk mencapai derajat kehambaan.
Tidak ada yang pantas diidolakan dalam perjalanan menuju Allah kecuali
Rasulullah saw. Mengapa?
(a) Allah memuji akhlaknya: “Wa innaka la’alaa khuluqin adziim (Dan sesungguhnya kamu
(a) Allah memuji akhlaknya: “Wa innaka la’alaa khuluqin adziim (Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung)”
(QS. Al Qalam:4).
(b) Rasulullah saw. dijamin masuk surga, maka siapa yang ingin masuk surga tidak ada
(b) Rasulullah saw. dijamin masuk surga, maka siapa yang ingin masuk surga tidak ada
pilihan keculi dengan mencontohnya.
(c) Perbuatan Rasulullah adalah terjemahan hidup dari Al Qur’an. Maka tidak mungkin
(c) Perbuatan Rasulullah adalah terjemahan hidup dari Al Qur’an. Maka tidak mungkin
seseorang paham maksud Al Qur’an tanpa
merujuk kepada sirahnya.
Kedua, bahwa isra’ mi’raj ini terjadi hanya semalam. Kata lailan pada ayat di atas, yang artinya “pada suatu malam” adalah penegasan terhadap makna tersebut. Dari sini nampak bahwa kejadian Ira’ mi’raj adalah mu’jizat. Sebab perjalanan sejauh itu di tambah lagi dengan naik ke langit lapis tujuh sampai ke sidratul muntaha adalah jarak yang tidak mungkin ditempuh dengan kendaraan apapun yang dimiliki manusia baik pada saat itu maupun pada zaman teknologi yang sangat canggih seperti sekarang ini. Untuk mencapai bintang terdekat saja dari bumi dengan mengendarai pesawat tercepat di dunia “Challanger” dengan kecepatan 20 ribu km perjam, para ilmuwan mengatakan itu membutuhkan 428 tahun.
Sungguh luar biasa kejadian isra’ mi’raj sebagai bukti keagungan Allah sekaligus, sebagai bukti bahwa manusia bagaimana pun pencapain keilmuannya masih tetap tidak ada apa-apanya dibanding dengan kemahakuasaan Allah swt. Ketiga, Diikatnya antara dua masjid: masjid Al haram dan masjid Al Aqsha menunjukkan beberapa hal:
(a) bahwa Allah swt. sangat mencintai masjid.
Kedua, bahwa isra’ mi’raj ini terjadi hanya semalam. Kata lailan pada ayat di atas, yang artinya “pada suatu malam” adalah penegasan terhadap makna tersebut. Dari sini nampak bahwa kejadian Ira’ mi’raj adalah mu’jizat. Sebab perjalanan sejauh itu di tambah lagi dengan naik ke langit lapis tujuh sampai ke sidratul muntaha adalah jarak yang tidak mungkin ditempuh dengan kendaraan apapun yang dimiliki manusia baik pada saat itu maupun pada zaman teknologi yang sangat canggih seperti sekarang ini. Untuk mencapai bintang terdekat saja dari bumi dengan mengendarai pesawat tercepat di dunia “Challanger” dengan kecepatan 20 ribu km perjam, para ilmuwan mengatakan itu membutuhkan 428 tahun.
Sungguh luar biasa kejadian isra’ mi’raj sebagai bukti keagungan Allah sekaligus, sebagai bukti bahwa manusia bagaimana pun pencapain keilmuannya masih tetap tidak ada apa-apanya dibanding dengan kemahakuasaan Allah swt. Ketiga, Diikatnya antara dua masjid: masjid Al haram dan masjid Al Aqsha menunjukkan beberapa hal:
(a) bahwa Allah swt. sangat mencintai masjid.
(b) bahwa semua bumi ini diciptakan oleh Allah
untuk tempat bersujud.
(c) bahwa semua masjid di manapun berada adalah sama, milik hamba-hamba Allah.
(d) bahwa siapapun yang mengaku beriman ia pasti mencintai masjid dan meramaikannya.
(c) bahwa semua masjid di manapun berada adalah sama, milik hamba-hamba Allah.
(d) bahwa siapapun yang mengaku beriman ia pasti mencintai masjid dan meramaikannya.
Allah
berifirman: “Yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. At Taubah:18). Karena dalam sejarah kita
menyaksikan nabi saw. selalu membangun masjid setiap singgah di suatu tempat.
Keempat, kata masjid identik dengan ibadah shalat. Dan perjalan Isra’ mi’raj
juga identik dengan penerimaan ibadah shalat, langsung dari Allah swt. Tidak
ada ibadah dalam Islam yang diserahkan langsung oleh Allah kepada Rasulullah
saw. kecuali shalat. Selain shalat semua ibadah diterima melalui malaikat
Jibril alahissalam. Dari sini nampak betapa agungnya ibadah shalat.
Dalam
pembukaan surah Al Mu’minuun ketika Allah swt. menyebutkan ciri-ciri orang
mu’min yang bahagia, penyebutan itu dimuali dengan shalat “alladziina hum fii
shalaatihim khaasyi’uun” dan ditutup dengan shalat “walladziina hum ‘alaa
shalawaatihim yuhaafidzuun”. Para ulama tafsir ketika menyingkap rahasia ayat
ini mengatakan bahwa itu menunjukkan pentingnya shalat. Bahwa shalat merupakan
barometer ibadah-ibadah yang lain. Bila shalat seseorang baik, maka bisa dipastikan
ibadah-ibadah yang lain akan ikut baik. Sebaliknya bila shalat seseorang tidak
baik, maka bisa dipastikan ibadah-ibadah yang lain tidak akan baik. Itulah
makna ayat: “Innash sholaata tanhaa ‘anil fahsyaai wal mungkar (sesungguhnya
shalat pasti akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar)” (QS. Al
Ankabuut: 45). Di hari Kiamat pun kelak demikian. Shalat tetap menjadi
barometer ibadah-ibadah yang lain. Karena itu Nabi saw. bersabda: “Awwalu
maa yuhasabu bihil ‘abdu yaumal qiyaamati ashshalaatu (yang pertama kali kelak
di hisab pada hari Kiamat adalah ibadah shalat)”. Wallahu a’lam bishshawab.
Katanya.
***W.Er***
URL : https://sinarpagisptsm.blogspot.com/2012/06/rajaban-merupakan-tradisi-tahunan-desa.html