Berbagai
program pengembangan kawasan perdesaan sejatinya telah banyak dicanangkan oleh
instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Namun demikian, ketimpangan
antara perkotaan dan perdesaan yang cukup besar nampaknya perlu diselesaikan
dengan adanya suatu program pengembangan perdesaan yang terintegrasi, berbasis
pada lingkup kawasan, serta bersifat berkelanjutan.
“Program-program
yang sudah ada perlu diintegrasikan ke dalam satu program pengembangan
berkelanjutan dengan lingkup kawasan perdesaan berdasarkan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) untuk menyelesaikan permasalahan desa dan kota," ungkap
Lina Marlia, Direktur Pembinaan Penataan Ruang Daerah Wilayah I (Binda I) pada
Rapat Prakarsa Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB) di
Jakarta (7/5).
Lina
menjelaskan, keberlanjutan (sustainable)
yang dimaksud dalam program pengembangan kawasan perdesaan adalah keberlanjutan
yang melingkupi seluruh aspek yang terlibat dalam program pengembangan. “Sustainable yang diinginkan adalah sustainable yang menyeluruh," imbuh
Lina.
Menurut
Lina, objek kabupaten yang diprioritaskan untuk program pengembangan kawasan
perdesaan berkelanjutan merupakan Kabupaten yang di dalam muatan tujuan,
kebijakan, dan strategi penataan ruangnya memiliki perhatian pada pengembangan
kawasan perdesaan. Prioritas sebaiknya pada kabupaten yang penataan ruangnya
fokus pada pengembangan kawasan perdesaan.
Seperti
diketahui, program pengembangan kawasan perdesaan di Indonesia masih belum
mencapai hasil yang optimal. Permasalahan yang kerap dihadapi oleh sebagian
besar kawasan perdesaan adalah tingkat pendapatan yang rendah meskipun
sebenarnya kaya akan potensi sumber daya. “Desa memiliki potensi sumberdaya
yang berlimpah, namun tidak ada nilai lebih yang dapat dinikmati oleh
masyarakat desa karena berorientasi pada penyediaan bahan baku saja (raw material)," ungkap akademisi
dari Institut Teknologi Bandung Aca Sugandhy.
Lebih lanjut
Aca menjelaskan, sejatinya dewasa ini telah banyak kajian yang dilakukan serta
konsep pengembangan kawasan perdesaan yang telah diterbitkan, misalnya konsep
agropolitan. Namun orientasi program yang kurang terarah menyebabkan konsep
tersebut kurang berdaya guna. Konsep agropolitan sudah ada sejak dulu, namun
saat ini tidak ada program yang terarah
sehingga kelanjutan konsep agropolitan yang sudah ada menjadi pudar.
Untuk
memecahkan permasalahan perdesaan, menurut Aca, perlu adanya grand strategy pengembangan kawasan desa
berkelanjutan yang memiliki dasar hukum
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang dapat mengembalikan fungsi
utama kawasan perdesaan dan mengembangkan potensi sesuai karakteristik kawasan
perdesaan tersebut.
Senada
dengan hal tersebut, akademisi Perencanaan Wilayah Kota (PWK) Institut Teknologi Bandung Hastu Prabatmodjo
mengatakan, untuk dapat mencapai program pengembangan yang berkelanjutan, ruang
lingkup pengembangan tidak hanya bersifat parsial namun harus dimaknai lebih
luas yaitu secara spasial. “Makna berkelanjutan meliputi substantif (spasial)
dan program (kegiatan)," jelas Hastu.
Kepala Pusat
Studi Perdesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Susetiawan menegaskan
pernyataan Hastu bahwa untuk mencapai ruang lingkup spasial tersebut penataan
ruang berperan sebagai wadah dalam rangka sinkronisasi program yang sudah ada
agar saling melengkapi dalam pengembangan kawasan perdesaan.
Selain
dihadiri oleh para pakar pengembangan kawasan perdesaan dari sejumlah institusi
pendidikan, kegiatan ini dimoderatori oleh Kasubdit Kebijakan Binda I, James
Siahaan. Pada kesempatan ini James berharap dengan adanya kegiatan ini dapat
memperkaya konsep pengembangan kawasan perdesaan yang tengah dirumuskan oleh
Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum.(ang/nik)
Pusat Komunikasi Publik
URL : https://sinarpagisptsm.blogspot.com/2012/05/program-pengembangan-spasial.html