Jakarta –
Majelis
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan keseluruhan judicial review atau uji
materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD
1945 yang diajukan buruh PT Megahbuana Citramasindo, Andriyani.
Warga Jalan
Mawar II Nomor 22 RT 006 RW 011, Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta
Utara, itu berhak mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) ke
perusahaannya setelah tidak mendapatkan gaji selama 3 bulan berturut-turut.
"Mengabulkan
permohonan Pemohon, menyatakan Pasal 169 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
berkekuatan hukum tetap," tegas Ketua MK Mahfud MD, di Gedung MK, Senin
(16/7/2012).
Pasal 169
ayat (1) huruf C UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, bertentangan dengan UUD
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, sepanjang tidak dimaknai
pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan PHK karena tindakan pengusaha yang
tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut-turut atau lebih, yang keterlambatan upah dimaksud pernah
terjadi sebelum pekerja/buruh mengajukan permohonan PHK ke lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.
Dalam
pertimbangannya mahkamah berpendapat, membayar upah pekerja merupakan kewajiban
hukum bagi pengusaha. Karena upah merupakan balasan atas prestasi pekerja/buruh
yang diberikan oleh pengusaha yang secara seimbang. Kelalaian pengusaha
membayar upah pekerja/buruh dapat menimbulkan hak bagi pekerja/buruh untuk
menuntut pengusaha memenuhi kewajibannya, dan jika tidak, pekerja/buruh dapat
meminta PHK sebagaimana diatur pasal a quo.
Dengan tidak
membayar upah pekerja tiga bulan berturut-turut, menurut Mahkamah adalah
pelanggaran serius atas hak-hak pekerja/buruh yang berimplikasi luas, terutama
hak konstitusionalnya untuk mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan
wajar dalam hubungan kerja sebagaimana Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Karena upah
bagi pekerja adalah penopang bagi kehidupannya dan kehidupan keluarganya.
Sehingga dengan lewatnya waktu tiga bulan berturut-turut pengusaha tidak
membayar upah secara tepat waktu, sudah cukup alasan menurut hukum bagi pekerja
untuk meminta PHK.
"Hak
ini tidak hapus ketika pengusaha kembali memberi upah secara tepat waktu
setelah pelanggaran tersebut terjadi," ucap Hakim Anggota, Hamdan Zoelva.
Dalam hukum
ketenagakerjaan, lanjut dia, hak pekerja untuk memutuskan hubungan kerja dengan
alasan tertentu yang dapat dibenarkan adalah sesuatu yang lazim yang dikenal
dengan istilah constructive dismissal. Yakni digunakan dalam situasi ketika
seorang pekerja dipaksa untuk meninggalkan pekerjaan karena perilaku pengusaha
itu sendiri yang tidak dapat diterima oleh pekerja. Selain itu juga mencakup
pengunduran diri pekerja karena pelanggaran serius yang dilakukan pengusaha
terhadap ketentuan kontrak kerja.
Alasan PHK
haruslah merupakan pelanggaran fundamental terhadap kontrak kerja antara
pekerja dan pengusaha. Seperti tidak membayar upah atau tiba-tiba menahan dan
mengurangi upah secara tidak adil di luar persetujuan pekerja, memaksa pekerja
untuk menyetujui perubahan dalam kondisi bekerja yang tidak ditetapkan dalam
kontrak kerja seperti tiba-tiba memberitahukan bahwa pekerja yang bersangkutan
harus bekerja di kota lain atau membuat pekerja memiliki giliran bekerja malam
padahal dalam kontrak pekerja hanya bekerja siang hari, adanya intimidasi,
penindasan dan penyerangan dari orang lain di tempat kerja. Selanjutnya membuat
pekerja bekerja di tempat berbahaya yang tidak disebutkan dalam kontrak kerja,
menuduh pekerja secara tidak berdasar.
Berdasarkan
prinsip constructive dismissal itu, pekerja mempunyai hak untuk meninggalkan
pekerjaannya sesegera mungkin tanpa harus memberikan pemberitahuan kepada
pengusaha dan tindakan tersebut dianggap sebagai pemberhentian oleh pengusaha.
Namun
pekerja harus membuktikan bahwa pengusaha bersangkutan terbukti melakukan
pelanggaran serius atas kontrak kerja, pelanggaran tersebut harus menjadi
alasan mengapa pekerja tersebut dipaksa untuk berhenti dan pekerja tidak
melakukan apapun yang menunjukkan diterimanya pelanggaran atau perubahan dalam
kondisi pekerjaan, yang berarti mereka tidak melakukan apapun yang membuat
kontrak tersebut dilanggar oleh pengusaha melalui penerimaan secara implisit
atau secara tersirat atas pelanggaran kontrak tersebut.
"Hak
pekerja untuk mendapatkan PHK tidak terhalang oleh adanya tindakan pengusaha
yang kembali membayar upah pekerja secara tepat waktu setelah adanya permohonan
PHK oleh pekerja ke Pengadilan, dengan ketentuan bahwa pekerja telah melakukan
upaya yang diperlukan untuk mendapatkan haknya agar upah dibayarkan secara
tepat waktu namun tidak diindahkan oleh pengusaha," ujar Hamdan.
URL : https://sinarpagisptsm.blogspot.com/2012/07/tidak-digaji-3-bulan-berturut-turut-mk.html