Dalam
tahun-tahun belakangan, rumors yang beredar bahwa penempatan pejabat penting di
daerah terkontaminasi nepotisme dan kental dengan nuansa politik.“Itu artinya
peran kepala daerah sangat menentukan. Sehingga tidak heran kalau Baperjakat
dalam pembinaan karier pegawai negeri sipil (PNS) belakangan hanya
dijadikan formalitas saja menurut BKN,” ujar Jumadi.
Menurut
pengamat politik dari Universitas Tanjungpura ini, fenomena pemilihan kepala
daerah langsung turut berperan menentukan jabatan kepala dinas, kepala badan,
bahkan kepala bagian dan lain sebagainya.
“Itu sangat
kental dengan nuansa politik. Pejabat yang diangkat lebih banyak pada
pertimbangan balas budi. Juga karena nepotisme dan primordial bisa saja
terjadi. Sehingga yang ditempatkan bukan berdasarkan profesionalitas,” tegas
Jumadi.
Sudah pasti,
lanjutnya, akan sangat memengaruhi kinerja birokrasi pemerintah. Kemampuan dan
profesionalitas pegawai dikesampingkan. Yang parah jangan sampai terjadi “orang
kita” dan bukan.
“Meskipun
penjaringannya lewat Baperjakat, tetapi di akhir yang mengambil keputusan
adalah kepala daerah. Sangat sulit untuk lepas dari intervensi kepala daerah
yang kadang dipengaruhi para pembisik dan kepentingan,” tandas Jumadi.
Memang, saat
ini sedang digodok Rancangan UU Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) yang isinya nanti
sebagai pembina kepegawaian di daerah bukan lagi kepala daerah tetapi sekda.
Namun Jumadi menyatakan itu tidak menjamin dalam pengangkatan pejabat lepas
dari intervensi kepala daerah.
“Saya pikir
itu sebuah terobosan baru. Tetapi bukan jaminan untuk bebas dari campur tangan
kepala daerah. Apalagi dalam pemilihan sekda juga tidak lepas dari campur
tangan kepala daerah,” paparnya.
Sementara
itu pun tidak sedikit kepala daerah yang tidak setuju. Mengingat pejabat yang
ada di bawah kepemimpinannya juga harus di bawah kendalinya.
“Seharusnya
orang yang duduk di birokrasi benar-benar profesional. Tidak ada tekanan dan
intervensi dari pihak mana pun. Harus bebas dan netral dari politik,” harapnya.
Jika masih
ada intervensi politik, maka susah untuk menciptakan aparat birokrasi yang
berkualitas. Reformasi birokrasi akan sulit terwujud.
Sementara DR
Zulkarnaen beberapa waktu menegaskan perlu ada evaluasi mendasar untuk
birokrasi di Indonesia. Pengangkatan pejabat harus mengedepankan transparansi.
Seorang PNS
naik jabatannya harus berdasarkan karier, bukan sesuai dengan siapa yang
menjabat kepala daerah.
“Seorang PNS naik jabatan itu harus
berdasarkan karier. Tetapi yang kita lihat sekarang ini, yang menentukan adalah
siapa pejabat politik yang berkuasa. Artinya, dalam pemindahan pejabat masih
dimonopoli oleh kepala daerah,” kata Zulkarnaen.
Zulkarnaen
menegaskan, yang harus dikedepankan adalah transparansi dan fit and proper test
dalam pengangkatan pejabat. Kalau mengandalkan Baperjakat juga masih belum
bisa. Karena yang mengangkat Baperjakat juga kepala daerah.
Ia berharap
dengan adanya RUU ASN
penentuan pejabat karier tidak lagi ditunggangi kepentingan politik. Setelah
pengalihan wewenang ini, strategi membangun stabilitas kepegawaian dijalankan
dengan sistem promosi jabatan open carrier system.
Dalam sistem
ini untuk mengisi jabatan-jabatan penting mulai dari eselon satu dan di
bawahnya dilakukan secara terbuka. Para PNS yang merasa telah memenuhi syarat untuk mengisi jabatan tertentu
bisa ikut mendaftar sebagai kandidat kepala SKPD.
Dalam
penetapannya, PNS
mana yang layak menduduki jabatan tertentu, mempertimbangkan aspek kompetensi,
track record dan klasifikasi kepangkatan.
URL : https://sinarpagisptsm.blogspot.com/2012/12/pembinaan-karier-pegawai-negeri-sipil.html