***********Waspada dan Hati-hati....! terhadap bencana Banjir.......Longsor........Pohon tumbang akibat Angin Kencang..........seta tertib berlalu-lintas...................Banyak Jalan Berlubang...........Sayangi diri anda, dan Keluarga anda***********

04/07/11

Pendidikan Merupakan Suatu Keniscayaan


               Carut marutnya kehidupan masyarakat dewasa ini yang cenderung kearah terjadinya proses dehumanisasi, kerap kali dikaitkan dengan gagalnya penyelenggaraan pendidikan dalam berbagai tingkatan. Hal ini sangatlah beralasan, mengingat pendidikan merupakan salah satu pilar untuk menumbuh kembangkan atau bahkan menjadi pendorong (drive) timbulnya motivasi seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Gome (1990;12) menyatakan bahwa, motivasi yang melatar belakangi tindakan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, diantaranya: 1). Lingkungan 2). Pendidikan, serta 3). Kebudayaan. Melihat kenyataan demikian tidak bisa ditawar-tawar lagi bahwa pendidikan merupakan suatu keniscayaan.
               Berbicara pendidikan sebagai suatu keniscayaan, Sauri (2009;4) pada saat pengukuhan Guru Besar atas nama dirinya dihadapan Senat Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, menyatakan :
“Pendidikan bermutu dalam pembangunan sebuah bangsa, adalah suatu keniscayaan. Melalui pendidikan bermutu dapat dilahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas dan berdaya saing sebagai salah satu row input proses pembangunan bangsa. Tanpa pendidikan yang bermutu tidak mungkin tujuan pembangunan sebuah bangsa dapat terwujud dengan baik. Pendidikan bermutu dan pembangunan berkualitas bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain”.
               Meskipun demikian, Sauri lebih lanjut menjelaskan bahwa dewasa ini telah terjadi adanya distorsi antara tujuan pendidikan nasional dengan fenomena yang terjadi saat ini seperti yang disinggung pada kalimat diatas. Inilah yang menjadi tantangan dan tututan bagi para guru dewasa ini. Sehingga menjadi professional bagi para guru adalah keniscayaan, karena tujuan pendidikan nasional tersebut terletak pada pundak guru yang menjadi garda terdepan dalam melaksanakan proses pendidikan yang secara holistik dan integralistik, memadukan tiga ranah pendidikan, serta berorientasi pada pembentukan karakter anak bangsa yang kaffah (utuh) dan memiliki akhlak mulia. Pendidikan semacam itulah yang menjadi focus dari konsep pendidikan umum dan nilai (ibid hal 11). Seperti halnya pendapat yang disampaikan oleh Gome diatas, Azyumardi Azra (2009) menekankan, bahwa budaya, pendidikan, dan agama harus merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan untuk membentuk karakteristik seseorang. Menurut Azyumardi, budaya, pendidikan, dan agama merupakan tiga bidang yang berkaitan satu sama lain. Ketiga-tiganya berkaitan pada tingkat nilai-nilai yang sangat penting bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Budaya atau kebudayaan umumnya mencakup nilai-nilai luhur yang secara tradisional menjadi panutan bagi masyarakat. Pendidikan selain mencakup proses transfer dan transmisi ilmu pengetahuan, juga merupakan proses yang sangat strategis dalam menanamkan nilai dalam rangka pembudayaan anak manusia. Sementara itu agama juga mengandung ajaran tentang berbagai nilai luhur dan mulia bagi manusia untuk mencapai harkat kemanusiaan dan kebudayaannya. Tetapi ketiga sumber nilai yang penting bagi kehidupan itu dalam waktu-waktu tertentu dapat tidak fungsional sepenuhnya dalam terbentuknya individu dan masyarakat yang berkarakter, berkeadaban, dan berharkat. Budaya, pendidikan, dan bahkan agama boleh jadi mengalami disorientasi karena terjadinya perubahan-perubahan cepat yang berdampak luas,  misalnya: industrialisasi, urbanisasi, modernisasi, dan terakhir sekali globalisasi.
               Kondisi watak atau karakter manusia dewasa ini, sejak dari level internasional sampai ketingkat personal individual, khususnya bangsa kita, kelihatan mengalami disorientasi. Karena itu, harapan dan seruan dari berbagai kalangan untuk pembangunan kembali watak atau karakter kemanusiaan menjadi semakin meningkat dan nyaring. Sekolah menjadi seolah tidak berdaya mengahadapi kenyataan ini. Dan sekolah selalu menjadi kambing hitam dari merosotnya watak dan karakter bangsa. Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak memadai, kesejahteraan guru dan ketenaga pendidikan yang rendah. Menghadapi beragam masalah ini sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. Sekolah, sebagai konsekwensinya, lebih merupakan sekedar tempat bagi transfer of knowledge daripada character building, tempat pengajaran daripada pendidikan.
               Dengan demikian, pada akhirnya pendidikan sebagai suatu keniscayaan akan menjadi “jargon” semata, bilamana berbagai prasyarat dan pranata dalam tubuh pendidikan tidak terpenuhi secara ideal sejalan dengan arus perubahan yang terjadi di masyarakat. Dan inilah tantangan yang cukup besar bagi setiap elemen bangsa untuk secara bersama-sama menempatkan pendidikan sebagai suatu yang penting bagi kehidupan manusia.
***Wawan Erawan***
URL : http://sinarpagisptsm.blogspot.com/2011/07/pendidikan-merupakan-suatu-keniscayaan.html
#running news { position:fixed;_position:absolute;top:0px; center:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }