***********Waspada dan Hati-hati....! terhadap bencana Banjir.......Longsor........Pohon tumbang akibat Angin Kencang..........seta tertib berlalu-lintas...................Banyak Jalan Berlubang...........Sayangi diri anda, dan Keluarga anda***********

14/02/13

Belajar dari Kasus Aceng Fikri: Jangan Main-main dengan Sumpah Jabatan


JAKARTA –
Kalau selama ini banyak pejabat atau maupun birokrasi yang menangap sumpah jabatan hanya sekadar bagian dari ritual dalam proses mendapakan suatu jabatan, ke depan diharapkan tidak demikian. Kasus impeachment yang terjadi pada Bupati Garut Aceng Fikri harus dijadikan pelajaran berharga dan peringatan keras bagi segenap aparatur negara, baik dari kalangan legislatif, eksekutif, maupun yudikatif di tanah air.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar menegaskan, Bupati adalah Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang seharusnya bisa menjadi teladan bagi PNS di kabupaten tersebut. Selain harus cakap dalam menjalankan tugas, dia juga harus menjaga kepatutan dalam keseharian, baik di lingkungan pemerintahan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. “Dia tidak boleh melanggar etika, maupun kepatutan atau kepantasan,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Dalam kasus Bupati Garut, Menteri PAN-RB sependapat kalau dia pantas mendapat sanksi dicopot dari jabatannya, karena telah melakukan perbuatan yang dinilai melanggar etika, yang berarti juga melanggar sumpah jabatan. Apalagi, lanjutnya, DPRD Kabupaten Garut yang merupakan representasi rakyat Garut secara bulat sepakat untuk melakukan impeachment, atau menyampaikan mosi tidak percaya.
Dijelaskan, meskipun seorang bupati, walikota atau gubernur itu dipilih langsung oleh rakyat melalui pilkada, bukan berarti dia tidak bisa diberhentikan. Presiden melalui Menteri Dalam Negeri tidak bisa memberhentikan dia. Pasalnya, kewenangan yang dimiliki bupati merupakan pendelegasian yang diberikan oleh Presiden selaku Kepala Negara. “Jadi Presiden dapat mengambil kembali wewenang yang didelegasikan itu, kalau pejabat itu melakukan pelanggaran,” ujarnya.
Dalam hal ini, Bupati Aceng Fikri dinilai telah melakukan pelanggaran etika, pelanggaran terhadap kepatutan sebagai seorang bupati yang merupakan pejabat publik. Jangankan pejabat publik, pegawai negeri sipil pun banyak yang diberhentikan lantaran melakukan perselingkuhan. Tahun 2012 dari sekitar 300 PNS yang diberhentikan. “Dari jumlah itu, sekitar dua puluh lima persen gara-gara selingkuh,” ujar Menteri yang juga Ketua Badan Pertimbangan Kepegawaian.
Menjawab wartawan, Azwar Abubakar tidak menampik bahwa poligami itu tidak dilarang dalam ajaran agama Islam. Tetapi semua itu ada aturannya, misalnya harus seijin isteri pertama, dan kalau seorang PNS harus seijin atasannya. Semua itu dimaksudkan agar pihak-pihak yang terkait tidak terzolimi, tidak dirugikan baik secara moril maupun materiil. Lebih dari itu, cara-cara yang harus ditempuh juga tidak boleh melanggar kepantasan dan etika yang berlaku dalam masyarakat.
Di balik kasus Aceng Fikri ini, Menteri Azwar Abubakar mengajak semua pihak, terutama aparatur negara serta jajaran birokrasi untuk menjadikan sebagai pelajaran berharga, sehingga ke depan tidak terjadi kasus-kasus serupa. Lebih dari itu, diingatkan agar seluruh aparatur negara tidak melanggar sumpah jabatan. “Jangan sampai sumpah jabatan hanya dipandang sebagai bagian dari rutinitas dalam ritual pengambilan sumpah saat pelantikan pejabat,” tambahnya. (MENPAN-RB)


URL : http://sinarpagisptsm.blogspot.com/2013/02/belajar-dari-kasus-aceng-fikri-jangan.html
#running news { position:fixed;_position:absolute;top:0px; center:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }