***********Waspada dan Hati-hati....! terhadap bencana Banjir.......Longsor........Pohon tumbang akibat Angin Kencang..........seta tertib berlalu-lintas...................Banyak Jalan Berlubang...........Sayangi diri anda, dan Keluarga anda***********

04/08/13

Menentukan 1 Syawal



Menjelang Ramadhan yang lalu, para ulama (baca: cendekia) dan umara (baca: penguasa), khususnya di Indonesia, dihadapkan pada wacana perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan. Dan menjelang Idul Fitri, kita kembali menghadapi situasi yang sama untuk menetapkan tanggal 1 Syawal. Seringkali masyarakat awam dibingungkan dengan perbedaan dalam penetapan tanggal Hijriah. Seberapa krusial hal ini perlu untuk dibahas? Berikut ini paparannya.
Tentu kita sudah mafhum bahwa 1 Syawal adalah penanggalan Hijriyah atau Qomariyah atau penanggalan berdasarkan bulan. Berbeda dengan terbit dan tenggelamnya matahari yang memiliki regularitas lebih ‘ajeg‘, terbit dan tenggelamnya bulan terus bervariasi secara dinamis setiap bulan dan setiap harinya. Maka, diperlukan perhitungan atau pengamatan setiap saat untuk dapat menentukan secara pasti kapan tanggal 1 di setiap bulan Hijriyah dimulai.
Idul Fitri merupakan hari kemenangan bagi Umat Islam yang telah berpuasa selama sebulan dalam mengendalikan dirinya dari berbagai godaan duniawi. Sebagai penghormatan atas hari kemenangan itu, Islam mengharamkan berpuasa pada hari raya Idul Fitri 1 Syawal.
Masalah kemudian muncul ketika terjadi perbedaan dalam penetapannya. Di satu pihak menetapkannya sebagai Idul Fitri, dan di pihak lain pada hari yang sama masih melaksanakan puasa Ramadhan. Masing-masing pihak dengan keyakinan dan berlindung di balik dalil-dalil saling mengklaim keabsahan Idul Fitri yang mereka rayakan. Ironinya, orang-orang yang merayakan Idul Fitri menganggap berdosa orang-orang yang tetap berpuasa pada hari itu. Sebaliknya, pihak yang menjalankan puasa pada hari itu menganggap berdosa orang-orang yang berbuka dan merayakan hari kemenangannya itu.
Perbedaan itu terjadi karena acuan dalam menafsirkan metode penentuan awal bulan telah melahirkan dua aliran besar, yaitu ru’yah dan hisab.
Pertama, aliran ru’yah. Secara terminologi, ru’yah adalah kegiatan untuk melihat hilal (penampakan bulan sabit) di ufuk langit sebelah barat sesaat setelah matahari terbenam untuk menentukan permulaan bulan baru. Dalam konteks ini, hilal menempati posisi sentral sebagai penentu bulan baru dalam kalender Hijriah. Hal ini sebagaimana firman Allah:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia… (QS. Al Baqarah: 189)

Hilal itu sendiri hanya dapat terlihat setelah proses ijtima’, yaitu proses ketika bulan berada satu kedudukan dalam satu garis dengan matahari dan bumi. Ketika ijtima’ terjadi, bulan berada di antara bumi dan matahari. Pada saat bulan bergeser dan sebagian permukaannya menerima cahaya matahari yang terlihat berbentuk seperti lengkuk cahaya yang sangat halus, itulah yang dinamakan hilal.
Di dalam aliran ru’yah sendiri terdapat perbedaan dalam penentuan irtifa’ (ketinggian) bulan. Satu kelompok berpendapat bahwa hilal dapat dilihat bila irtifa’ nya minimal 2 derajat. Kelompok lainnya menyatakan irtifa’ itu tidak boleh kurang dari 6 derajat. Berdasarkan metode ini, masing-masing kelompok berijtihad dalam penentuan tanggal 1 Syawal. Adapun yang menjadi landasan aliran ru’yah adalah hadits Rasulullah:
Berpuasalah kamu sekalian karena melihat bulan (awal Ramadhan). Dan berbukalah kamu sekalian karena melihat bulan (Idul Fitri). Bila hilal tertutup awan di atasmu, maka genapkanlah ia menjadi tiga puluh hari. (HR. Muslim)
Kedua, aliran Hisab. Hisab merupakan proses penetapan awal bulan dengan menggunakan metode ilmu hitung menghitung. Dasar pijakan aliran Hisab adalah Firman Allah:
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). {QS. Yunus: 5}
Aliran ini mulai berkembang sejak masa Dinasti Abbasiyah (abad ke-8 M). Menurut aliran hisab, ru’yah dapat dipahami melalui prediksi/perkiraan posisi bulan dalam ilmu hisab. Awal dan akhir bulan tidak ditentukan oleh irtifa’ (ketinggian) hilal. Jika menurut ilmu hisab hilal telah tampak, berapa pun ketinggiannya maka hitungan bulan baru sudah masuk.
Nah, dari sinilah terjadi beberapa perbedaan pendapat. Pendapat pertama, Wujudul Hilal, yang berpendapat bahwa 1 Syawal terpenuhi ketika berdasar hitungan bulan ada di atas ufuk.
Pendapat kedua, Imkanurrukyat, yang berpendapat bahwa 1 Syawal terpenuhi ketika berdasar hitungan bulan ada di atas ufuk dan punya ketinggian yang memungkinkan untuk dilihat. Dalam konteks pendapat kedua ini, ada yang mengatakan ketinggian bulan harus minimal 2 derajat untuk memenuhi syarat visibilitas.
Metode hisab digunakan beberapa pihak sebagai metode utama. Artinya mereka tidak melakukan lagi pengamatan bulan secara langsung (rukyat). Namun, sampai saat ini masih banyak pihak yang menjadikan metode rukyat sebagai metode utama. Artinya, hisab adalah pendukung dilakukannya pengamatan bulan secara langsung
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, akan melakukan sidang Itsbat (penetapan) dengan memperhatikan semua masukan dan pendapat tesebut. Memang penetapan yang dibuat pemerintah nantinya tidak bersifat mengikat, namun mudah-mudahan sebagai hub bertemunya berbagai pendapat, semoga ketetapan pemerintah menjadi keputusan terbaik. Wallahu’alam.
Demikianlah penjelasan mengapa terjadi perbedaan-perbedaan dalam penetapan bulan baru Hijriah di kalangan umat Islam. Namun kedua hal tersebut memiliki pijakan yang kuat berdasarkan Al Quran dan Hadits. Pilihlah menurut keyakinan berdasarkan nalar dan pengetahuan. Janganlah rusak keagungan Idul Fitri karena tidak menghormati perbedaan. (Berbagai Sumber).


URL : http://sinarpagisptsm.blogspot.com/2013/08/menentukan-1-syawal.html
#running news { position:fixed;_position:absolute;top:0px; center:0px; clip:inherit; _top:expression(document.documentElement.scrollTop+ document.documentElement.clientHeight-this.clientHeight); _left:expression(document.documentElement.scrollLeft+ document.documentElement.clientWidth - offsetWidth); }